narasi-news.com, Kendari – Bhakti Lingkungan (BL) Provinsi Sulawesi Tenggara secara resmi melaporkan Villa Tanjung Tapulaga yang berlokasi di Konawe, Sulawesi Tenggara, ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Resort yang dimiliki oleh individu berinisial M ini diduga tidak memiliki dokumen Kesepakatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), yang merupakan syarat utama dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau kecil.
Koordinator BL Sulawesi Tenggara, Rojab, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi, villa tersebut terindikasi melanggar aturan pemanfaatan ruang laut yang berlaku.
“Villa Tanjung Tapulaga setelah kami lakukan investigasi diduga kuat melakukan pelanggaran pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau kecil tanpa memiliki izin. Selain itu, villa ini juga tidak mengantongi dokumen Kesepakatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL),” ujar Rojab pada Jumat (14/2/2025).
Rojab menjelaskan bahwa beberapa regulasi hukum yang dilanggar oleh Villa Tanjung Tapulaga antara lain:
1. Pasal 19 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54/PERMEN-KP/2020 tentang Izin Lokasi, Izin Pengelolaan, dan Izin Lokasi di Laut.
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang mengatur pemanfaatan ruang laut dan sanksi administratif bagi pelanggar.
Menurutnya, pemilik villa wajib memenuhi ketentuan yang berlaku, termasuk memiliki dokumen KKPRL. Jika tidak, maka pihak berwenang harus memberikan sanksi tegas.
“Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tenggara harus segera bertindak tegas terhadap pelanggaran ini. Villa tersebut harus dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Selain melanggar aturan, Rojab juga menyoroti dampak negatif dari keberadaan villa tersebut, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan.
“Kegiatan usaha ini jelas ilegal dan tidak memberikan manfaat bagi daerah. Selain tidak berkontribusi dalam bentuk pajak, keberadaannya juga merusak lingkungan. Oleh karena itu, kami meminta agar Dinas Kelautan dan Perikanan segera menutup dan membongkar bangunan laut Villa Tanjung Tapulaga,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa bangunan villa berdiri di kawasan pohon mangrove yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem laut. Jika tidak segera dibongkar, maka keberadaannya dapat merusak lingkungan pesisir.
“Dinas Kelautan dan Perikanan harus segera mengambil tindakan konkret. Keberadaan villa ini di area pohon mangrove sangat mengganggu ekosistem laut, dan hal ini tidak boleh dibiarkan,” tambahnya.
Sebagai bentuk komitmen, BL Sulawesi Tenggara akan terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan nyata dari pihak berwenang.
“Kami akan terus hadir di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan untuk menanyakan perkembangan kasus ini. Jika tidak ada langkah konkret, kami akan berkoordinasi dengan berbagai organisasi lingkungan untuk mendesak penindakan hingga ke tingkat pusat agar mendapat perhatian lebih luas,” tutup Rojab.