Refleksi 100 Hari Pemerintahan LHM-GES: Menata Ulang Semangat “Bursel Humanis” untuk Perubahan Nyata

Oleh: Abdul Hamid Souwakil, S.P., M.H.

narasi-news.com – Saudaraku masyarakat Buru Selatan, khususnya para intelektual muda dan aktivis, dalam beberapa waktu terakhir kita menyaksikan dinamika perbedaan pendapat yang cukup tajam di ruang publik, khususnya media sosial. 

 

Sayangnya, perbedaan ini kerap berubah menjadi ajang saling menyalahkan—seolah-olah ingin menunjukkan siapa yang paling benar atau paling berpihak pada kelompok tertentu, termasuk terhadap pemerintahan LHM-GES dengan slogan “Bursel Humanis”.

 

Namun jika kita merenung lebih dalam, semangat “Bursel Humanis” yang digaungkan oleh pemerintah sejauh ini masih belum sepenuhnya tercermin dalam praktik. Di tengah dunia maya maupun kehidupan sehari-hari, kita masih sering terjebak dalam polarisasi dan saling menghakimi, terlebih ketika muncul suara kritis yang dianggap sebagai serangan terhadap pemerintah. 

 

Padahal, filosofi pemerintahan humanis sangat luhur: menghapus sekat-sekat suku, agama, dan golongan demi mewujudkan tatanan sosial yang berkeadilan dan berperikemanusiaan.

 

Dalam konteks perubahan sosial yang kita harapkan bersama, penting kiranya kita memahami teori gerakan sosial, yang menyatakan bahwa perubahan tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melalui aksi kolektif dan partisipasi aktif masyarakat. 

 

Artinya, suara rakyat—baik dalam bentuk aspirasi maupun kritik—adalah energi utama bagi perubahan. Kritik yang konstruktif, jika direspon dengan bijak, justru menjadi bahan bakar untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan.

 

Oleh sebab itu, saya mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama para simpatisan dan pendukung pemerintah, untuk lebih arif dan terbuka dalam menyikapi kritik serta perbedaan pendapat. 

 

Jadikanlah kritik sebagai cermin evaluasi dan refleksi, bukan sebagai ancaman atau alat menjatuhkan satu sama lain. Hanya dengan cara itulah kita dapat menjaga semangat kebersamaan dan membangun iklim demokrasi yang sehat.

 

Kepada Bapak Bupati dan Wakil Bupati Buru Selatan, kami berharap momentum 100 hari kerja ini dijadikan sebagai titik evaluasi yang serius dan berani. Dengarkanlah suara rakyat dengan hati terbuka, tangkaplah esensi dari setiap kritik sebagai masukan berharga, dan jangan melihat pengkritik sebagai lawan. 

 

Justru melalui dialog yang jujur dan partisipatif, pemimpin dapat mengidentifikasi masalah yang nyata dan mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

 

Mari kita bersama-sama wujudkan cita-cita “Bursel Humanis” bukan hanya sebagai slogan, tetapi sebagai arah kebijakan dan praktik sosial-politik yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. 

 

Pemerintah dan masyarakat harus saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Semoga refleksi 100 hari ini menjadi pijakan awal menuju Buru Selatan yang lebih baik, adil, dan beradab.

Array
Related posts