Pengajuan RKAB Tambang Kembali Tiap Tahun, ESDM: Oktober 2025 Diajukan Lagi

narasi-news.com, Jakarta || Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan rencana perubahan sistem pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan kembali menjadi setiap tahun. Aturan ini akan berdampak pada perusahaan yang saat ini masih mengantongi RKAB dengan masa berlaku lebih dari 2025.

 

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa seluruh perusahaan tambang diminta untuk kembali mengajukan RKAB pada Oktober 2025 mendatang, khusus untuk kegiatan produksi tahun 2026.

 

Perusahaan harus mengajukan ulang RKAB di bulan Oktober untuk produksi tahun 2026,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (22/7/2025).

 

Saat ini, penerbitan RKAB masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021. Aturan tersebut menetapkan bahwa masa berlaku RKAB berlaku tiga tahun dan pengajuannya dilakukan secara digital melalui sistem e-RKAB.

 

Namun, meski pemerintah sudah mewacanakan perubahan menjadi pengajuan tahunan, revisi aturan hukumnya sendiri belum dilakukan. “Regulasinya sedang disiapkan. Tapi nanti semuanya berbasis sistem, tidak manual lagi. Kalau masih pakai orang, pasti berat,” jelas Tri.

 

Ia juga mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan diskusi dengan sejumlah pelaku usaha, dan sejauh ini belum ada penolakan terhadap kebijakan tersebut.

 

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan bahwa sistem baru ini akan resmi diberlakukan mulai tahun depan. Ia menegaskan, ESDM sudah menyiapkan sistem yang mendukung perubahan mekanisme ini.

 

Sudah diputuskan dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI. Jadi tidak perlu diragukan. Tahun depan mulai jalan,” ujar Bahlil saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (14/7/2025).

 

Menurut Bahlil, usulan pengembalian skema pengajuan RKAB menjadi setiap tahun berasal dari Komisi VII DPR. Ia menyambut baik masukan tersebut, terutama karena situasi pasar mineral dan batu bara global tengah mengalami tekanan.

 

Kalau tetap tiga tahun, nanti kita sulit kendalikan. Produksi bisa jor-joran. Akibatnya harga jatuh. Ini bagian dari upaya menyeimbangkan produksi nasional dengan kebutuhan pasar dunia,” kata mantan Ketua Umum HIPMI itu.

 

Bahlil mengungkapkan, Indonesia memproduksi sekitar 600 hingga 700 juta ton batu bara per tahun, dari total 1,2 hingga 1,3 miliar ton yang diperdagangkan di pasar global. Artinya, kontribusi RI sangat besar, namun tanpa kendali produksi, harga bisa terjun bebas.

 

Ini dampak dari RKAB tiga tahunan. Sekarang kita perbaiki, supaya lebih terkendali. Kita sudah terima usulan Komisi VII, mulai 2026 RKAB berlaku per tahun,” tegasnya.

Laporan: Sal

Array
Related posts