Opini Publik: Membuka Kedok, Menantang Ketajaman Kejari Kolaka dalam Mengusut Dugaan Suap Bupati Kolaka Timur

Oleh: Egit Setiawan, Sekretaris Umum GPM Sultra-Jakarta

 Pemanggilan kami dari Gerakan Pemuda dan Mahasiswa Sulawesi Tenggara Jakarta (GPM Sultra-Jakarta) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka pada 6 Mei 2025 lalu adalah respons atas laporan yang telah kami layangkan ke Kejaksaan Agung RI pada 17 September 2024. 

 

Laporan tersebut memuat dugaan praktik suap dan gratifikasi yang menyeret langsung nama Bupati Kolaka Timur dalam proses pemilihan Wakil Bupati tahun 2022.

 

Dalam torehan tulisan ini, Kami menghargai bahwa Kejari Kolaka bersedia membuka ruang klarifikasi. Namun, publik tidak membutuhkan klarifikasi semata.

 

Publik membutuhkan penuntasan, mereka menanti keberanian institusi penegak hukum untuk menguliti, bukan menyentuh permukaan kasus. 

 

Di sinilah tantangan terbesar Kejari Kolaka: membuktikan bahwa hukum masih bisa berdiri tegak di hadapan kekuasaan.

 

Sebagai pelapor, kami datang tidak hanya membawa semangat anti-korupsi, tapi juga bukti konkret. Kami melengkapi pemeriksaan dengan tambahan dokumen dan alat bukti baru, yang menguatkan dugaan adanya arus uang tak wajar dalam proses politik pemilihan Wakil Bupati Kolaka Timur. 

 

Fakta bahwa dua mantan anggota DPRD Koltim secara terbuka mengakui telah menerima uang dalam pecahan dolar Amerika seharusnya menjadi alarm keras bagi Kejari Kolaka untuk meningkatkan status penyelidikan.

 

Namun, sampai hari ini, belum ada kejelasan menyeluruh mengenai sikap hukum terhadap Bupati Kolaka Timur. 

 

Ini mengindikasikan dua kemungkinan: pertama, proses hukum sedang berjalan dengan sangat hati-hati, yang wajar namun harus dikawal ketat; atau kedua, proses ini tersendat oleh kepentingan politik dan kekuasaan. 

 

Jika yang kedua benar, maka kita sedang menyaksikan bagaimana supremasi hukum di daerah dikerdilkan oleh kompromi kekuasaan.

 

Kami ingin mengingatkan, Kejari Kolaka bukan sekadar institusi hukum lokal. Mereka adalah garda terdepan dalam memastikan demokrasi di tingkat daerah tidak dikotori oleh transaksi politik. 

 

Jika Kejari Kolaka gagal menunjukkan integritas dan ketajaman, maka sinisme publik terhadap hukum akan makin tumbuh subur. Apalagi ketika kasus menyangkut kepala daerah, sikap diam atau lambat dapat menimbulkan persepsi bahwa hukum hanya tegas kepada yang lemah, namun lunak kepada mereka yang berkuasa.

 

GPM Sultra-Jakarta dengan tegas mendesak Kejari Kolaka untuk membuka proses ini ke ruang publik. Transparansi bukan sekadar tuntutan etis. Ini adalah kewajiban konstitusional. Rakyat berhak tahu sejauh mana laporan ini diproses, siapa saja yang telah diperiksa, dan apa hasilnya. Jangan biarkan kasus ini menguap atau digiring menjadi isu pinggiran.

 

Penanganan kasus ini adalah barometer moral bagi penegakan hukum di Sulawesi Tenggara. Jika Kejari Kolaka benar-benar berpihak pada keadilan, maka kami yakin proses hukum ini tidak akan berhenti pada meja pemeriksaan. Ia harus bergerak menuju meja tuntutan, dan bila perlu meja hijau pengadilan.

 

Demokrasi hanya bisa berdiri tegak bila hukum tidak tunduk pada siapa pun. Kami menantang Kejari Kolaka: jadilah institusi yang tajam ke atas, berani menggali kebenaran sedalam-dalamnya, dan berdiri sebagai penjaga integritas hukum yang sebenarnya. 

 

Jika tidak, maka sejarah akan mencatat bukan tentang keberhasilan, melainkan kegagalan penegakan hukum yang berani setengah hati.

Array
Related posts