Muskom HMI UIC 2025 Menuai Polemik: Tusvia Terpilih Sebagai Ketua Korkom, Namun Dituding Cacat Mekanisme

narasi-news.com, Jakarta – Musyawarah Komisariat (Muskom) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta yang digelar pada Jumat, 28 Februari 2025, di Sekretariat HMI Cabang Jakarta Raya melahirkan kepemimpinan baru dengan terpilihnya Tusvia sebagai Ketua Koordinator Komisariat (Korkom) HMI UIC periode 2025-2026. Namun, di balik suksesi kepemimpinan ini, Muskom justru menuai polemik lantaran dianggap cacat mekanisme dan sarat kepentingan.

 

Sebagai Ketua Korkom terpilih, Tusvia mengusung visi besar untuk membangun kader HMI yang berkualitas, beradab, berintegritas, serta memiliki daya saing tinggi. Ia juga menegaskan pentingnya kontribusi aktif HMI dalam pembangunan masyarakat dan bangsa melalui penguatan peran organisasi di era globalisasi. Untuk mewujudkan visinya, ia menyusun sejumlah misi strategis, di antaranya meningkatkan solidaritas internal, memperkuat peran HMI di kampus dan masyarakat, serta menjaga integritas dan etika organisasi.

 

Muskom kali ini dipimpin oleh tiga pimpinan sidang, yaitu Kakanda Umar Sowakil, Kakanda Edrian Saputra, dan Ayunda Ramla Kilwulan. Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Raya, Ali Loilatu, dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga solidaritas antar-komisariat serta memprioritaskan agenda wajib keorganisasian agar HMI tetap berjalan sesuai konstitusi.

 

Namun, di tengah optimisme kepemimpinan baru, kritik tajam datang dari sejumlah kader yang menilai Muskom berlangsung tidak transparan dan melanggar aturan organisasi. Salah satu kader HMI Komisariat Hukum UIC, Rahmat Djimbula, secara terbuka menyatakan kekecewaannya terhadap jalannya pemilihan Ketua Korkom yang menurutnya penuh dengan keberpihakan.

kader HMI Komisariat Hukum UIC, Rahmat Djimbula. (Foto/nn).

 

“Pemilihan Ketua Korkom kemarin sangat cacat mekanisme dan hukum. Seharusnya sebelum Muskom dilaksanakan, Ketua Korkom membentuk panitia agar lebih banyak pihak terlibat dalam proses demokrasi ini. Namun, saya tidak melihat hal tersebut. Muskom kali ini terlihat tidak serius, penuh kepentingan, dan mengarah pada kemenangan salah satu kandidat,” ujar Rahmat.

 

Lebih lanjut, ia menyoroti berbagai permasalahan dalam struktur Komisariat UIC, seperti adanya kader yang merangkap jabatan sebagai pengurus di HMI Cabang Jakarta Raya. “Kita semua tahu bahwa merangkap jabatan struktural bertentangan dengan konstitusi HMI. Seharusnya sebelum Muskom dilaksanakan, Korkom lebih dulu menertibkan struktur kepengurusan dengan mengadakan Rapat Anggota Komisariat (RAK) bagi komisariat yang masih bermasalah,” tambahnya.

 

Rahmat juga mempertanyakan alasan di balik penyelenggaraan Muskom yang terkesan terburu-buru. “Mengapa Ketua Korkom begitu tergesa-gesa? Jangan sampai ada kongkalikong dengan salah satu kandidat. Jika benar demikian, maka demokrasi dalam tubuh Korkom UIC telah mati,” tegasnya.

 

Selain itu, ia menuding Ketua Korkom tidak netral dan secara terang-terangan menunjukkan dukungan kepada salah satu calon. “Ada pembunuhan karakter dan upaya melemahkan psikologi kandidat lain dengan pernyataan seperti ‘Ente belum layak, sebaiknya mundur saja.’ Ini jelas tidak mencerminkan nilai demokrasi yang sehat dalam organisasi,” lanjutnya.

 

Pelanggaran konstitusi lainnya juga menjadi sorotan, seperti Ketua Komisariat yang masih berstatus LK I hingga akhir masa jabatannya, padahal seharusnya telah menyelesaikan LK II dalam waktu maksimal tiga bulan sesuai keputusan Kongres Pontianak. Selain itu, terdapat pengurus HMI Cabang yang merangkap jabatan di komisariat, sesuatu yang menurut Rahmat merupakan pelanggaran fatal terhadap aturan organisasi.

 

“Seharusnya Ketua Korkom mengambil sikap tegas dengan menerbitkan surat edaran untuk membatasi waktu bagi komisariat yang bermasalah agar segera melaksanakan RAK. Jika tidak, Ketua Korkom bisa menyampaikan hal ini kepada Ketua Cabang agar Cabang mengambil langkah tegas, bahkan mengkarateker komisariat yang bermasalah. Namun, Ketua Cabang seolah bersikap acuh terhadap situasi ini, padahal ia berasal dari internal Korkom UIC dan memahami kondisi ini dengan baik,” jelasnya.

 

Pada akhirnya, Rahmat dan sejumlah kader menilai Muskom kali ini telah didesain untuk memenangkan salah satu kandidat, mengingat keterkaitan personalnya dengan Ketua Korkom dan Ketua Cabang.

 

Sebagai bentuk protes, Komisariat Hukum UIC secara tegas menolak hasil Muskom dan menuntut Peninjauan Kembali (PK) terhadap keputusan yang telah diambil. “Kami tidak mengakui hasil Muskom ini dan dengan ini menyatakan sikap tegas akan melakukan dualisme dalam kepemimpinan Korkom UIC,” pungkas Rahmat.

 

Dengan adanya polemik ini, Muskom yang seharusnya menjadi momentum demokrasi yang sehat justru berujung pada perpecahan. Kini, bola panas ada di tangan HMI Cabang Jakarta Raya untuk menyikapi persoalan ini secara objektif dan konstitusional.

 

Redaksi: (Sal) 

Array
Related posts