narasi-news.com, JAKARTA || Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Konsorsium Pemerhati Investasi dan Aktivis Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat PT Vale Indonesia Tbk. Jum’at,(10/01/2025).
Aksi jilid kedua ini menyoroti dugaan tidak adanya manfaat signifikan yang diberikan perusahaan terhadap masyarakat sekitar, terutama di wilayah Pomalaa, setelah peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan smelter pada 2022.
Koordinator lapangan, Syahrul G, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap perpanjangan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Ia juga meminta PT Vale Indonesia segera menghentikan operasinya di Sulawesi Tenggara.
“Kami menolak perpanjangan Kontrak Karya menjadi IUPK karena PT Vale Indonesia diduga hanya menjadikan masyarakat Kabupaten Kolaka sebagai penjaga kebun selama 56 tahun. Lebih baik PT Vale angkat kaki dari Bumi Mekongga Sulawesi Tenggara,” ujar Syahrul G.
Syahrul menilai, hingga kini tidak ada progres pembangunan smelter di Pomalaa seperti yang dijanjikan dalam peletakan batu pertama. Sebaliknya, perusahaan diduga hanya fokus pada aktivitas penambangan ore yang diperkirakan dikirim ke PT Antam Tbk dan Sorowako.
Para peserta aksi menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Evaluasi Komprehensif: Mendesak pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh kelayakan perpanjangan kontrak PT Vale Indonesia Tbk IGP Pomalaa.
2. Penolakan Perpanjangan Kontrak: Menolak perpanjangan KK menjadi IUPK karena PT Vale diduga tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat sekitar.
3. Pengelolaan Lahan: Meminta pemerintah agar mencabut dan mengelola lahan site Pomalaa yang belum dioptimalkan oleh PT Vale, untuk kemudian dikembalikan ke negara atau dikelola oleh BUMD guna memberikan dampak ekonomi yang nyata.
Syahrul menegaskan, pihaknya akan kembali dengan massa yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak diakomodasi.