narasi-news.com, Jakarta || Front Pemuda Morowali Peduli Tambang (FP-MPT) mendesak Bareskrim Polri segera mengusut tuntas dugaan keterlibatan Ketua DPRD Morowali Utara, Warda Dg Mamala, dalam kepemilikan tersembunyi CV Surya Amindo Perkasa perusahaan tambang yang disebut-sebut beroperasi di luar wilayah izin resmi.
Dugaan tersebut mengemuka di tengah meningkatnya kekhawatiran atas krisis ekologis di Sulawesi Tengah, khususnya Morowali Utara, yang diperparah oleh kehadiran korporasi tambang dan keterlibatan elite politik daerah. FP-MPT menyebut situasi ini sebagai bentuk darurat ekologis yang diperparah oleh konflik kepentingan pejabat publik.
“Jika benar Ketua DPRD terlibat dalam bisnis tambang yang beroperasi secara ilegal, ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga indikasi kejahatan korporasi dan pelanggaran hukum lingkungan,” kata Diyan Laode, penanggung jawab aksi FP-MPT, dalam keterangan pers, Selasa, 10 Juni 2025.
FP-MPT menyebut aktivitas CV Surya Amindo Perkasa terjadi di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah. Selain itu, mereka menuding adanya pencemaran laut akibat pembuangan limbah, yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut UU Minerba No. 3 Tahun 2020, penambangan tanpa izin dapat dikenai pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar. FP-MPT juga menyoroti potensi pelanggaran Pasal 17 UU Administrasi Pemerintahan, yang melarang pejabat membuat keputusan dalam kondisi konflik kepentingan.
Tuntutan FP-MPT:
1. Bareskrim Polri diminta memanggil dan memeriksa Ketua DPRD Morowali Utara, Warda Dg Mamala.
2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta melakukan investigasi pencemaran laut dan mencabut izin lingkungan CV Surya Amindo Perkasa.
3. Kementerian ESDM diminta mencabut IUP CV Surya Amindo Perkasa.
4. Pemerintah diminta menghentikan seluruh praktik *illegal mining* yang merusak lingkungan dan mencederai keadilan sosial.
FP-MPT menilai keterlibatan pejabat dalam bisnis tambang berbahaya karena meleburkan fungsi negara ke dalam logika kapital. “Ketika elit legislatif berubah menjadi pengusaha tambang, rakyat kehilangan pelindung, dan hukum kehilangan maknanya,” ujar Diyan.
FP-MPT juga mengumumkan bahwa aksi protes ini merupakan bagian dari gerakan berkelanjutan. Bila tidak diusut secara tuntas, mereka berencana menggelar aksi lanjutan di Mabes Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Laporan: Red.