Kepala Syahbandar Kolaka Terseret Skandal Penjualan Nikel Ilegal, Tiga Bos Tambang Juga Dijerat

Kendari, narasi-news.com – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) menetapkan Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Kolaka, Supriadi, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait aktivitas tambang nikel ilegal di wilayah Kolaka Utara.

 

Supriadi diduga memfasilitasi proses pengapalan nikel ilegal dari wilayah bekas IUP PT Pandu Citra Mulia (PCM) di Desa Latowu, Kecamatan Batu Putih. Ia disebut menyalahgunakan jabatannya dengan memberikan izin berlayar bagi kapal pengangkut nikel menggunakan dokumen milik PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN), meski perusahaan tersebut tak memiliki hak untuk menggunakan pelabuhan khusus milik PT Kurnia Mining Resources (KMR).

 

SPI (Supriadi) kami tetapkan sebagai tersangka karena diduga kuat terlibat dalam pemberian izin berlayar kapal tongkang yang membawa ore nikel hasil tambang ilegal,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Sultra, Iwan Catur Karyawan, Jumat malam (25/4/2025).

 

Meski sudah berstatus tersangka, Supriadi belum ditahan karena masih menunggu jadwal pemeriksaan resmi sebagai tersangka. Pihak kejaksaan telah melayangkan surat pemanggilan untuk proses lanjutan.

 

Dalam pengungkapan kasus ini, Kejati Sultra juga menetapkan tiga nama lain sebagai tersangka. Mereka adalah Moch Machrusy (Dirut PT AMIN), Mulyadi (Kuasa Direksi PT AMIN), dan Erick Subagyo (Direktur PT Bangun Praja Bersama/BPB). Ketiganya telah diamankan secara paksa dari lokasi berbeda karena sebelumnya mangkir dari panggilan jaksa.

 

Ketiganya tidak menunjukkan itikad baik, sehingga kami terpaksa menerbitkan surat perintah membawa,” kata Iwan.

 

Machrusy ditangkap di Gresik, Mulyadi di Kabupaten Kolaka, sementara Erick Subagyo ditangkap di Jakarta. Dua di antaranya ditahan di Rutan Kendari, sedangkan Erick ditahan di Rutan Salemba, Jakarta.

 

Menurut hasil penyidikan, dokumen yang digunakan dalam penjualan nikel tersebut merupakan dokumen palsu atau sering disebut “dokumen terbang”. Nikel yang ditambang dari wilayah IUP PT PCM—yang sebenarnya telah dicabut izinnya sejak 2014—disamarkan seolah-olah berasal dari konsesi PT AMIN.

 

Kendati PT AMIN memiliki IUP operasi produksi dan kuota RKAB sebesar 500.232 metrik ton pada 2023, wilayah konsesinya berada di Desa Patikala, Kecamatan Tolala. Padahal, nikel yang dijual diduga berasal dari wilayah tambang eks PT PCM yang berjarak lebih dari 40 km dari pelabuhan PT KMR.

 

Dokumen penjualan yang digunakan tidak sah, dan aktivitasnya menimbulkan kerugian negara yang kami perkirakan bisa mencapai lebih dari Rp 200 miliar,” ungkap Iwan.

 

Keempat tersangka dijerat dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Tipikor, termasuk pasal 2 ayat 1, pasal 3, pasal 5, serta pasal 12 huruf a dan b, juncto pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001. Mereka juga dikenai pasal 55, 56, dan 64 KUHP.

 

Laporan: Sal. 

Array
Related posts