narasi-news.com, Jakarta – Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Front Pemerhati Pertambangan menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Selasa (28/5/2025).
Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap maraknya aktivitas pertambangan emas ilegal di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, yang diduga berlangsung tanpa tindakan tegas dari aparat penegak hukum setempat.
Dalam aksinya, massa mendesak langsung kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengevaluasi jajaran Polda Jambi, khususnya Kapolda Jambi dan Kapolsek Merangin, yang diduga melakukan pembiaran terhadap aktivitas ilegal tersebut.
“Kami menduga keras ada unsur pembiaran terhadap aktivitas pertambangan emas ilegal yang dilakukan di wilayah Merangin. Bahkan, ada dugaan kuat keterlibatan perusahaan bernama PT Daffa Mitra Forestry yang diduga menyewakan alat berat untuk kegiatan tambang ilegal tersebut,” ujar Koordinator Lapangan, Fajar Pratama, dalam orasinya.
Front Pemerhati Pertambangan juga menyoroti potensi kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal yang merambah kawasan hutan dan aliran sungai. Mereka menyebut bahwa aktivitas tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem serta merugikan masyarakat lokal.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan lingkungan. Kami meminta Bapak Kapolri segera menurunkan tim khusus untuk menyelidiki, menangkap para pelaku, dan menindak tegas siapa pun yang terlibat, termasuk pimpinan PT Daffa Mitra Forestry jika terbukti bersengkongkol,” tegas Fajar.
Lebih lanjut, massa menuntut Kapolri melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kapolda Jambi dan Kapolres Merangin karena dianggap gagal menjalankan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah rawan tambang ilegal tersebut.
“Kami beri waktu 3×24 jam. Jika tidak ada tindakan nyata dari Mabes Polri, kami akan kembali dengan aksi lanjutan yang lebih besar demi menyuarakan keadilan bagi masyarakat Merangin,” ujar Fajar menutup aksinya.
Catatan Hukum:
Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
Kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal juga dapat dijerat dengan Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Laporan: Red.