narasi-news.com, KENDARI — Dalam kasus dugaan korupsi sektor pertambangan yang menyeret terdakwa Hendra Wijayanto General Manager Unit Bisnis Pertambangan Nikel (GM UBPN) Konawe Utara (Konut) telah sampai pada babak akhir. Minggu (07/04/2024).
Diketahui pada persidangan sebelumnya telah dituntut 8 (delapan) Tahun penjara denda 1 Miliar subsidair 6 (bulan) kurungan.
Kuasa Hukum Hendra Wijayanto GM UPBN PT Antam Konut M. Takdir Al Mubaraq.,S.H.,M.H mengatakan bahwa dakwaan kepada kliennya berkaitan dengan kontrak kerja sama.
“Perbuatan yang didakwakan kepadanya adalah berkaitan kontrak kerja sama antara PT. ANTAM dengan PERUMDA UTAMA SULTRA yang membentuk Konsorsium Kerjasama Operasi Mandiodo Tapunggaya Tapuemea (KSO MTT) adalah cacat hukum karena tidak sesuai dengan peraturan internal PT. ANTAM tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Pasokan dan tidak sesuai dengan prinsip good corporate governance dan prinsip bussines judgment rules,” Kata Takdir Al Mubaraq.
Dalam fakta persidangan berdasar keterangan saksi dan bukti surat terungkap bahwa diawal tahun 2022 sebelum dilakukannya pekerjaan penambangan oleh KSO MTT sebagai mitra jasa pertambangan PT. ANTAM, GM UBPN Konawe Utara (Konut) telah memintakan pendapat hukum kepada Kejaksaan Tinggi Sultra.
Permintaan pendapat hukum tersebut mengenai apakah penunjukan langsung PERUMDA UTAMA SULTRA dengan membentuk KSO MTT ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan termasuk peraturan internal PT. ANTAM tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Pasokan dan apakah telah sesuai dengan prinsip good corporate governance dan prinsip bussines judgement rules ataukah tidak.
Atas permintaan GM UBPN Konut tersebut, Kejati Sultra telah mengeluarkan pendapat hukum tersebut.
Dengan tegas pendapat hukum tersebut bahwa “penunjukan langsung PERUMDA UTAMA SULTRA dengan membentuk KSO MTT itu telah memenuhi keadaan darurat, karena adanya ancaman akan hilangnya aset PT. ANTAM dan adanya kondisi yang membahayakan karyawan PT. ANTAM akibat sering terjadinya kericuhan di Mandiodo oleh masyarakat. Oleh karena terkategori sebagai keadaan darurat, maka penunjukan langsung PERUMDA UTAMA SULTRA itu telah sesuai dengan tahapan dan prosedur serta mekanisme yang berlaku dalam peraturan internal PT. ANTAM tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Pasokan serta penunjukan langsung kepada PERUMDA UTAMA SULTRA dengan membentuk KSO MTT itu telah memenuhi prinsip good corporate governance dan prinsip bussines judgement rules”.
“Aneh rasanya ketika kontrak kerjasama antara PT. ANTAM dengan PERUMDA UTAMA SULTRA dengan membentuk KSO MTT ini yang kemudian disoal dan dianggap tidak sesuai prosedur oleh Kejati Sultra. Padahal, Kejati Sultra telah mengeluarkan pendapat hukum tentang itu,” Terang Takdir Al Mubaraq.
Selain itu Takdir Al Mubaraq juga menjelaskan bahwa bagaimana mungkin, Jaksa yang dengan jubah sebagai Pengacara Negara telah mengeluarkan produk hukum dan mendeclare bahwa kontrak penunjukan langsung PERUMDA UTAMA SULTRA itu sebagai mitra penyedia jasa pertambangan PT. ANTAM ini telah sesuai prosedur dan telah sesuai dengan prinsip good corporate governace dan prinsip bussines judgment rules.
“Tetapi ketika Jaksanya berganti pakaian sebagai penyidik dan penuntut, justru menyatakan sebaliknya, bahwa kontrak kerjasama itu cacat hukum dan tidak sesuai mekanisme yang ada. Padahal, Jaksa yang mengeluarkan pendapat hukum itu adalah jaksa yang sama dengan yang menyidik dan menuntut GM UBPN Konut. Lebih-lebih, bukti yang digunakan dalam perkara GM UBPN Konut ini adalah bukti yang sudah pernah digunakan saat mengeluarkan pendapat hukum tersebut,”Jelas Takdir Al Mubaraq.
Sampai berita ini di tayangan pihak media narasi-news.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.