F2S Laporkan PT. Alam Raya Indah ke Kementerian ESDM Terkait Dugaan Penambangan Tanpa Izin PPKH

narasi-news.com, Jakarta – Forum Forestry Study (F2S) secara resmi melaporkan PT. Alam Raya Indah ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas dugaan pelanggaran penggunaan kawasan hutan tanpa izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) pada Selasa, (11/3/2025) kemarin. 

 

Laporan ini diajukan setelah F2S melakukan kajian mendalam yang mengungkap adanya aktivitas penambangan yang berlangsung di kawasan hutan pada tahun 2024, meskipun perusahaan tersebut diduga belum mengantongi izin PPKH yang sah.  

 

Ketua F2S, Ahmat Setiawan, dalam keterangannya kepada media menyatakan pihaknya telah melakukan investigasi dan kroscek. 

 

“Setelah melakukan analisis dan membandingkan data peta citra satelit dari tahun 2020 hingga 2024, kami menemukan perubahan signifikan pada lokasi yang digunakan untuk kegiatan penambangan. Pada tahun 2024, aktivitas penambangan masih terus berlangsung di area yang tidak memiliki PPKH yang sah. Padahal, sesuai peraturan yang berlaku, perusahaan wajib memperoleh izin sebelum melakukan kegiatan di kawasan hutan.” terangnya. 

 

PT. Alam Raya Indah, yang beroperasi di Desa Marombo, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, bergerak di bidang pertambangan nikel. Perusahaan ini diduga membuka lahan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang memiliki fungsi perlindungan terbatas. 

 

Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan di luar sektor kehutanan hanya dapat dilakukan dengan izin PPKH yang sah.  

 

Berdasarkan Pasal 38 Ayat (1) UU No. 41 Tahun 1999, penggunaan kawasan hutan produksi untuk tujuan pembangunan di luar kegiatan kehutanan harus memperoleh izin PPKH. Tanpa izin ini, aktivitas yang dilakukan dapat dianggap ilegal dan berpotensi melanggar hukum.  

 

Lebih lanjut, perubahan regulasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juga menegaskan kewajiban ini. 

 

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp7,5 miliar.  

 

F2S menegaskan bahwa laporan ini bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga demi menjaga keberlanjutan lingkungan serta mendorong perusahaan agar mematuhi regulasi yang berlaku. 

 

F2S berharap Kementerian ESDM segera melakukan investigasi menyeluruh dan memberikan tindakan tegas sesuai ketentuan hukum guna melindungi kelestarian kawasan hutan yang rentan.

 

Sementara itu, sampai berita ini ditayangkan pihak media masih berupaya melakukan konfirmasi ke pihak terkait. 

 

Laporan : Redaksi. 

Array
Related posts