Aparat Penegak Hukum Diminta Tegas Usut Dugaan Keterlibatan Anggota DPRD Kolaka dalam Aktivitas Tambang Ilegal

narasi-news.com, Kolaka – Aktivitas penambangan pasir ilegal di Kecamatan Watubangga, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, kembali menuai sorotan. Kegiatan ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga diduga melibatkan oknum anggota DPRD Kabupaten Kolaka berinisial RS sebagai pengelola tambang galian C ilegal di wilayah tersebut. Selasa, (27/5/2025). 

 

Koordinator Aktivis Sulawesi Tenggara, Ruslan Sultra, mengungkapkan adanya indikasi keterlibatan jaringan terstruktur yang membekingi aktivitas tambang ilegal ini. Dugaan kuat menyebut bahwa RS, yang merupakan anggota legislatif aktif, berperan langsung dalam pengelolaan tambang pasir di Watubangga.

 

“Kami menduga kuat bahwa RS, anggota DPRD Kolaka, terlibat dalam aktivitas pertambangan pasir ilegal di Kecamatan Watubangga. Dugaan ini diperkuat dengan adanya jaringan kuat yang turut membekingi kegiatan tambang tersebut,” ujar Ruslan dalam keterangannya.

 

Menurut Ruslan, penambangan yang telah berlangsung cukup lama itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, seperti terganggunya aliran sungai, peningkatan erosi, dan ancaman langsung terhadap keselamatan serta kehidupan warga sekitar.

 

“Tambang ini sudah beroperasi cukup lama. Dampaknya sangat serius. Aliran sungai terganggu, terjadi erosi, dan kondisi ini membahayakan masyarakat di sekitarnya,” tegasnya.

 

Ruslan menambahkan, berdasarkan data dan temuan di lapangan, aparat penegak hukum harus segera mengambil tindakan tegas. Ia menilai aktivitas tambang tersebut telah melanggar sejumlah ketentuan hukum, termasuk:

 

1. Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

2. Pasal 76 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang melarang anggota DPRD terlibat dalam kegiatan usaha yang berkaitan dengan kewenangan daerahnya. Pelanggaran pasal ini dapat berujung pada pemberhentian dari jabatan.

3. Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang melarang pejabat negara menyalahgunakan pengaruh atau jabatan untuk intervensi perizinan demi kepentingan pribadi.

 

“Atas dasar pelanggaran-pelanggaran tersebut, kami mendesak aparat penegak hukum untuk bersikap tegas. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga menyangkut moralitas dan integritas lembaga legislatif serta perlindungan terhadap masyarakat dan lingkungan,” pungkas Ruslan.

 

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak DPRD Kabupaten Kolaka maupun instansi penegak hukum terkait dugaan tersebut.

 

Laporan: Tim Redaksi

Array
Related posts