Makassar, narasi-news.com –Koordinator Gerakan Pemakzulan Gibran di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Abdul Faisal, menyampaikan pernyataan tegas terkait desakan evaluasi terhadap posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, Indonesia membutuhkan pemimpin yang bersih, adil, dan lahir dari proses demokratis yang benar. Namun, kata Faisal, realitas politik hari ini justru memperlihatkan adanya kejanggalan serius dalam perjalanan politik Gibran.
“Ini bukan soal kebencian pribadi, melainkan cinta terhadap demokrasi yang sedang dilukai. Wakil Presiden naik lewat jalur penuh kontroversi, dan itu harus dipertanyakan legitimasinya,” ujar Abdul Faisal.
Gerakan tersebut menyoroti setidaknya tiga alasan mendasar mengapa posisi Gibran layak dipersoalkan hingga pada wacana pemakzulan:
1. Dugaan Korupsi yang Serius
Nama Gibran disebut-sebut dalam dugaan kasus korupsi yang menyeret lingkar keluarganya. Jika terbukti, hal itu merupakan pelanggaran berat terhadap hukum dan moral publik. Seorang wakil presiden, menurut Faisal, tidak seharusnya dibayangi kasus yang mencederai integritas.
2. Pencalonan yang Cacat Etika
Proses pencalonan Gibran sebelumnya telah dinyatakan melanggar etika oleh Mahkamah Konstitusi. “Ini bukan sekadar persoalan formalitas. Demokrasi tidak boleh berubah menjadi panggung dagelan kekuasaan. Kalau dari awal salah, maka hasilnya juga cacat legitimasi,” tegasnya.
3. Kasus Akun ‘Fufufafa’
Publik berhak mendapatkan kejelasan mengenai dugaan kepemilikan akun anonim tersebut. Jika benar akun itu terkait dengan Gibran dan mengandung konten yang bermasalah, hal ini menunjukkan nilai dan karakter yang tidak patut dimiliki seorang pejabat negara.
Selain itu, Faisal juga menyinggung kondisi sistem hukum yang semakin menutup ruang kontrol rakyat. Menurutnya, keberadaan RKUHAP 2025 justru membatasi upaya hukum rakyat, termasuk mekanisme praperadilan.
“Proses praperadilan kini hanya diberikan waktu tujuh hari, pemeriksaannya pun sekadar formalitas. Ini jelas melemahkan posisi rakyat dalam menuntut keadilan,” ungkapnya.
Gerakan Pemakzulan Gibran menegaskan bahwa langkah ini bukan tindakan ekstrem, melainkan mekanisme konstitusional yang sah ketika pemimpin dianggap tidak lagi memenuhi syarat kepercayaan publik.
“Demokrasi bukan hanya soal pemilu, tapi juga soal akuntabilitas. Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia khususnya anak muda, akademisi, dan aktivis untuk ikut mengawal proses ini. Saatnya kita bersihkan demokrasi dari manipulasi, penyalahgunaan kekuasaan, dan kepentingan keluarga yang dibungkus kekuasaan negara,” tutup Abdul Faisal.
Gerakan tersebut menegaskan bahwa evaluasi terhadap Wakil Presiden Gibran merupakan kebutuhan mendesak demi menjaga demokrasi dan masa depan bangsa.
Penulis: Nar.
Editor: Sal.