Jakarta, narasi-news.com || Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, Febrie Adriansyah, bersama tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PHK), baru-baru ini turun langsung ke Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra). Agenda mereka, menertibkan kawasan hutan yang disinyalir dikuasai tanpa izin.
Kehadiran rombongan Kejagung ini juga didampingi sejumlah pejabat tinggi, unsur TNI, Kepolisian serta Gubernur Sultra. Mereka menargetkan salah satu perusahaan kelapa sawit, sekaligus melakukan pemasangan plang penertiban kawasan hutan seluas 24.223 hektare. Penertiban itu mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Kawasan Hutan.
Ketua Umum Himpunan Pemuda 21 Nusantara (HP21N), Arnol Ibnu Rasyid, justru memandang agenda di Bombana ini rawan dimaknai sebagai “pengalihan isu”. Menurutnya, penertiban tersebut tidak boleh menutupi kasus besar yang ada di Pulau Kabaena.
Arnol menuding, PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) yang diduga dikendalikan oleh Gubernur Sultra berinisial ASR terlibat dalam pembukaan hutan secara ilegal di Kabaena. Ia mengklaim data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah jelas menunjukkan adanya pembukaan kawasan hutan seluas 147,60 hektare.
“Seharusnya Jampidsus Kejagung RI turun langsung ke Kabaena untuk membongkar dugaan korupsi besar itu, bukan hanya menertibkan sawit di Bombana,” tegas Arnol.
HP21N menilai, kasus Kabaena bukan sekadar persoalan izin, tetapi juga adalah kejahatan lingkungan, kejahatan ekonomi dan kejahatan kemanusiaan
Arnol menyebutkan, pembukaan hutan di Kabaena telah mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir, sedimentasi laut, dan hilangnya mata pencaharian nelayan.
Meski langkah Kejagung di Bombana diapresiasi sebagai bagian dari penegakan hukum, HP21N menegaskan bahwa publik menunggu komitmen keberanian aparat untuk menyentuh kasus yang melibatkan elite daerah.
“Kalau Kejagung hanya berani menertibkan sawit tapi takut sentuh tambang ilegal di Kabaena, publik akan bertanya, ini keadilan atau cuma kode koordinasi?” kata Arnol.
Pulau Kabaena selama ini dikenal sebagai kawasan dengan cadangan nikel besar. Aktivitas tambang di pulau kecil ini kerap menuai protes dari warga dan aktivis lingkungan, karena dinilai melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
UU tersebut menegaskan larangan pertambangan di pulau kecil yang mengancam ekosistem dan sumber mata pencaharian masyarakat. Kehadiran Jampidsus Kejagung di Bombana membawa pesan tegas soal penertiban kawasan hutan.
Namun, sorotan tajam HP21 Nusantara membuat publik menunggu pembuktian apakah Kejagung juga akan berani mengusut dugaan korupsi dan perusakan lingkungan di Pulau Kabaena, atau justru membiarkannya di balik layar.