narasi-news.com, Jakarta – Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Nicolas D. Kanter, membantah isu yang menyebut perusahaan mengalami kerugian negara hingga Rp 5,9 kuadriliun akibat dugaan korupsi. Kabar ini sempat ramai di media sosial dan menarik perhatian publik.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis (13/3/2025), Nico menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. Ia menjelaskan, isu ini berkaitan dengan kasus peredaran emas palsu seberat 109 ton yang terungkap tahun lalu dan tengah dalam proses hukum di Kejaksaan Agung.
“Banyak informasi yang beredar di media sosial terkait kasus ini, padahal kejadian tersebut sudah terungkap tujuh bulan lalu dan sedang dalam proses persidangan,” ujarnya.
Nico juga menyoroti pemberitaan yang menyebut kerugian Antam lebih besar dibandingkan kasus di Pertamina, mencapai Rp 5,94 kuadriliun. Menurutnya, angka tersebut telah diklarifikasi oleh Kejaksaan Agung dan tidak benar.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Antam terus melakukan perbaikan dalam tata kelola perusahaan, terutama terkait perdagangan emas. “Kami mengakui bahwa di masa lalu ada kelemahan dalam tata kelola, tetapi tidak semua informasi yang beredar itu akurat,” kata Nico.
Ia memastikan bahwa emas produksi Antam telah tersertifikasi oleh London Bullion Market Association (LBMA), lembaga internasional yang menjamin standar dan kualitas emas serta perak di pasar global. Dengan demikian, tidak ada emas palsu dari Antam yang beredar, melainkan hanya masalah dokumentasi yang dianggap tidak sesuai regulasi.
“Tidak mungkin emas Antam itu palsu. Ini sudah kami klarifikasi,” tambahnya.
Nico mengakui bahwa dalam proses audit ditemukan beberapa emas yang bersumber dari tambang ilegal atau tidak memiliki izin. Namun, ia menegaskan bahwa Antam tidak memiliki kewenangan untuk memverifikasi asal-usul bahan baku hingga ke tambang. Oleh karena itu, ke depan, Antam hanya akan menerima emas dari sumber resmi, baik dari kontrak karya maupun impor.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka baru dalam dugaan penyimpangan tata kelola emas di PT Antam periode 2010-2021. Para tersangka diduga menyalahgunakan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam dengan melekatkan merek Antam pada logam mulia tanpa adanya kerja sama resmi.
Penyelidikan Kejaksaan Agung juga mengungkap bahwa para tersangka bekerja sama dengan enam orang lainnya, termasuk mantan General Manager UBPPLM PT Antam dalam kurun 2010-2021. Mereka berasal dari kalangan swasta dan perorangan yang diduga berkonspirasi dalam kasus ini.
Antam menegaskan akan terus memperkuat tata kelola dan memastikan seluruh proses sesuai regulasi guna menjaga kepercayaan publik terhadap produk logam mulia mereka.
Laporan: Redaksi