narasi-news.com, Konsel – Polemik kepemilikan lahan di wilayah Angata, Konawe Selatan, kembali memanas. Ketua Umum Konsorsium Masyarakat Petani Angata Konsel (KOMPAK), Tutun, dengan tegas membantah klaim yang disampaikan oleh PT. Marketindo Selaras (PT. MS) dalam press release yang diterbitkan pada 3 Maret 2025 melalui DetikSultra.com.
Tutun menilai pernyataan PT. MS menyesatkan dan tidak didukung bukti hukum yang jelas. Ia menegaskan bahwa konflik agraria yang terjadi merupakan warisan sengketa yang telah berlangsung sejak tahun 1996 akibat jejak permasalahan yang ditinggalkan oleh PT. Sumber Madu Bukhari (SMB).
Kini, permasalahan baru muncul dengan klaim PT. MS yang dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami mengecam keras pernyataan PT. MS yang mencoba memutarbalikkan fakta. Mereka mengklaim aset PT. SMB telah dialihkan kepada mereka tanpa bukti hak kepemilikan yang sah,” ujar Tutun.
Ia menyoroti beberapa poin penting yang menunjukkan kejanggalan dalam klaim PT. MS, di antaranya:
1. utusan Pengadilan Niaga Jakarta No. 33/pailit/2003/PN.Niaga/jkt.pst pada 20 Februari 2004 hanya menetapkan bahwa aset PT. SMB meliputi lokasi pabrik, mess, dan kendaraan, tetapi tidak mencakup tanah pelepasan kawasan hutan seluas 12.600 hektare.
2. Pailitnya PT. SMB bukan karena krisis moneter, melainkan akibat konflik dengan masyarakat yang menuntut ganti rugi atas lahan dan tanaman mereka yang tidak dibayarkan secara penuh sejak tahun 1997.
3. Klaim PT. MS bahwa ganti rugi telah lama diselesaikan dianggap sebagai kebohongan besar. Jika benar sudah diselesaikan, mengapa PT. SMB tetap jatuh pailit dan digugat oleh dua perusahaan di pengadilan niaga?
4. Tokoh masyarakat yang disebut mendukung klaim PT. MS tidak mewakili pemilik lahan yang menjadi korban penggusuran di masa lalu dan tidak memiliki dasar hukum yang sah untuk membenarkan klaim PT. MS atas tanah tersebut.
Lebih jauh, Tutun menegaskan bahwa tindakan PT. MS berpotensi melanggar Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang telah dianulir oleh putusan Mahkamah Konstitusi No. 138 Tahun 2015.
Regulasi tersebut menegaskan bahwa perusahaan perkebunan tidak dapat melakukan pengolahan atau pembangunan sebelum memiliki izin yang sah, yakni Izin Usaha Perkebunan (IUP-B) dan Hak Guna Usaha (HGU).
Atas dasar itu, KOMPAK meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan.
“Kami meminta Presiden RI, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian dan Perkebunan, Kapolri, serta instansi terkait lainnya untuk segera melakukan langkah hukum terhadap PT. Marketindo Selaras agar diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Tutun.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini dan memastikan hak-hak masyarakat tidak dirampas oleh pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dengan cara yang tidak sah.
Sementara itu, sampai berita ini ditayangkan pihak media masih berupaya melakukan konfirmasi ke pihak terkait.
(Tim Redaksi)